Senin, 07 Mei 2012

Sejarah Kota Banyuwangi


Priya Purnama

Tuhan yang bisa menindas dan mengkafirkan manusia. Bukan manusia!




Latar belakang terbentuknya kota Banyuwangi
Untuk mengetahui kapan persisnya terbentuknya kota Banyuwangi.Kita dapat melihat Hari Jadi Banyuwangi (HARJABA),yang menjadi persoalan masih ada perdebatan tentang hari jada Banyuwangi ini.Pada masa Orde Baru masalah ini atau hari jadi Banyuwangi sudah ditetapkan sebagai hari jadi yaitu tanggal 18 Desember 1771.Yang jadi persoalan adalah pada tanggal 18 Desember 1771 masa kemenangan pasukan Bayu terhadap bangsa kolonial Belanda,sehingga pemimpin Belanda waktu itu yaitu Van Schaar meninggal.Yang lebih sadis lagi mayat Van Schaar dimasak dan dimakan oleh pasukan bayu.Sehingga kurang tepat di jadikan hari jadi Banyuwangi,karena dinodai kanibalisme.
Perang Bayu
Perang Bayu,tanggal 18 Desember 1771 memiki risestensi yang cukup besar sekali, sebab momen Perang “Puputan” Bayu terlampau ter-dramatisasi.Sedangkan istilah “ Puputan” yaitu berarti habis-habisan,sdangkan bahasa daerah Banyuwangi istilah puputan berarti:selesai,berakhir,binasa,penghabisan,tamat.Kata ini sangat rancu unntuk sebuah kalimat (wawancara dengan bapak armaya yang merupakan budayawan Banyuwangi).
Tanggal 18 Desember 1771 ini masih banyak pertanyaan,soal konsepsuasasi nama nama,letak geografis dari perang tersebut, yang sebenarnya tidak di Bayu melainkan di Songgon yang waktu itu menerima serangan mendadak dari ki Rempeg (jaga pati). Apakah benar ini merupakan perang yang mempertahankan ideologi, apakah ini perang yang mengusir kaum penjajah atau kolonial, ataukah perang saudara dan ataukah pemberontakan dan huru-hara? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menyisakan banyak polemik akan hari jadi Banyuwangi.
Memang, hari jadi Banyuwangi oleh pihak-pihak tertentu yang bersikukuh dengan keyakinannya berpendapat bahwa sepatutnya diangkat dari peristiwa monumental perang bayu. C. Lekkerkerker dalam bukunya yang berjudul Balambangan yang memberikan masukan atau sumber yang ada. Ia menjelaskan sebagai berikut pada tanggal 18 Desember 1771 terjadi penyerangan membabibuta dari orang-orang bayu; Van Schaar diserang dengan tiba-tiba dan gugur, begitu juga kornet tinne. Dari orangt-orang Belanda hanya yang sedikit yang selamat. Pada umunya orang-orang Madura bertahan dengan gagah berani dan mereka berhasil menghalau kembali penyerangannya. Sisa-sisa dari pasukan kompeni kembali ke kota Lateng dibawah pimpinan seorang kapten madura yang bernama alap-alap. Menurut pengakuan Van Wikerman menjelaskan bahwa jenazah Van Schaar dimasak oleh oarng-orang bayu dan bahkan mereka memakannya, sedangkan kepalanya diarak berkeliling sebagai tanda kemenangan. Kematian Van Schaar ini dijadikan patokan sebagai hari jadi Banyuwangi.
Tanggal 24 Oktober 1774 sebagai alternatif baru HARJABA
Permulaan pemerintahan Mas Alit terjadi tahun 1774, tepatnya sejak tanggal 5 Februari 1774 karena pada waktu itulah baru diangkat denagn akte pengangkatan. Memang benar bahwa Mas Alit direncanakan diangkat sebagai Bupati sejak lama yaitu sejak tahun 1772. Oleh karena Mas Alit sukit ditemukan terutama pada waktu perang berkecamuk di Blambangan (ternyata kemudian ditemukan di Madura) maka pengangkatannya baru bisa dilakukan pada awal tahun 1774. Pada waktu diangkat, Mas Alitt berkedudukan di Ulupampang (Cluring) dan kemudian dengan ide Mas Alit ibu kota berpidah ke Banyuwangi.
Perpindahan ibu kota yang sering terjadi itu, ada hubungannya dengan sistem kepercayaan yang berlaku umum. Ibu kota dan sering juga diartikan kerajaan sebagai keseluruhan, dianggap suci dan keramat. Malapetaka perang yang mengakibatkan pertumpahan darah serta wabah penyakit adalah aib besar yang dianggap menodai kesucian istana dan ibu kota. Ini dianggap akan menimbulkan malapetaka berantai secara sirklus oleh karena itu ibu kota dipindahkan ke Banyuwangi. Rupanya ada pula tuntutan situasi politik yang sedang berkembang, yang mengharuskan Mas Alit memindahkan ibu kota ke Banyuwangi (majalah budaya:jejak 2004. hal 46-51).
Pada hari selasa tanggal 8 Januari 1774 yaitu setelah para pembesar menghadap Mas Alit minta izin kepada raja Madura agar bisa pulang ke Blambangan. Untuk bisa memenuhi pembesar Blambangan dan permintaan VOC. Tanggal 31 Januari Mas Alit beserta rombongannya tiba di Ulumpampang tempat kediaman residen barulah pada hari sabtu tanggal 5 Februari 1774 diangkat sebagai residen atau bupat. Sejak saat itu Mas Alit secara formal dan sah menjadi bupati Blambangan. Pembangunan istana Banyuwangi, baru dianggap selesai pada tanggal 14 Oktober 1774. Ini pun sementara waktu sebab dalam rencana, istana akan diteruskan pembangunannya setelah lima tahun kemudian. Istana Mas Alit di Banyuwangi terletak di depan benteng VOC. Barulah pada tanggal 24 Oktober 1774, Mas Alit menunggalkan Ulumpampang dan berangkat ke Banyuwangi serta langsung menuju istana. Pada waktu itu juga, Banyuwangi berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan pusat kegiatan ekonomi. Jadi tanggal 24 Oktober 1774 merupakan perpindahan ibu kota dari Ulumpampang ke Banyuwangi. Ini yang dijadikan sebagai alternatif baru sebagai hari jadi Banyuwangi.
Mas Alit
Sebuah realitas jaman, bahwa 24 Oktober, ketika Mas Alit sang bupati Banyuwangi pertama secara resmi melakuakn perpindahan ibu kota dengan ditandai keberangkatannya dari Ulupampang menuju istana Banyuwangi. Kondisi ini telah membawa perubahan yang sangat besar. Kebijakan Mas Alit telah melahirkan paradikma baru pembangunan di Banyuwangi.
Banyuwangi, akhirnya berkembang menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik, dam budaya. Terbukti, Banyuwangi eksis sampai hari ini dan terus tumbuh berkembang sebagai pusat pemerintahan yang dinamis. Mas Alit sang pembawa pencerahan melalui kebijakan-kebijakan yang cerdas, teliti, bertanggungjawab dan selalu berpihak pada rakyat. Terbukti, usulan tentang penyerahan wajib kepada VOC yang berupa pajak inatura, akhirnya dihapus, terkait dengan krisis ekonomi akibat konflik berkepanjangan (pusat studi budaya Banyuwangi.2005)
Kebijakan-kebijakan lain, sebelum Mas Alit berkuasa, ada kerja rodi dan tindakan-tindakan kejam di Ulumpampang, ketika pembangunan kota, awalnya dengan upah yang rendah dan kekurangan sumber-sumber tenaga. Kemudian Mas Alit kepada pihak Belanda agar upahnya ditinggikan, hingga banyak pencari kerja dan sukarelawan untuk mempercepat pembangunan kota.
Jika Mas Alit sebagai antek orang kolonial, itu anggapan yang tidak benar. Sebab secara politis, Mas Alit, meskipun seorang penguasa, ia benar-benar memihak pada rakyat. Menganggap Mas Alit yang merupakan simbol Blambangan atau trah Blambangan, sebagai antek kolonial ialah pelecehan. Sebab sangat jelas bahwa Mas Alit memihak rakyat dengan semua kebijakan-kebijakan politiknya. Hal ini karena darah pejuang benar-benar berada pada diri Mas Alit. Terbukti pula dengan kematiannya yang dibunuh di tengah jalan, di Sedayu-Gresik. Mas Alit adalah muslim yang taat, dibuktikan dengan penataan arsitetur kota Banyuwangi yang sarat akan filosofi islamnya, ada masjid agung baiturahman, pendopo Sabha Swagatha blambangan, penjara / kapolres Banyuwangi, dan dari sini sirkulasi perekonomian berjalan lancar(Radar Banyuwangi:Jawa Pos.2005)
sumber foto(Google)
13341298041427202009Sumber Tulisan : ( http://sejarah.kompasiana.com/2012/04/11/sejarah-kota-banyuwangi/ )

Penunggangan PKI Terhadap Lekra (Banyuwangi)



1335428426232891085
Hubungan antara Lekra dan PKI, adalah hubungan pandangan politik yang sama atau hampir bersamaan, atau paling tidak, tidak bertentangan satu sama lain. Hubungan itu dari luar memang tampak erat dan bahkan, bagi sementara orang, Lekra adalah juga PKI di bidang seni. Tapi, dari dalam, tidak seperti hasil yang ditunjukkan sebuah mikroskop dari dua belahan satu benda yang sama. Kalau dikatakan hubungan antara Lekra dan PKI ada hubungan politik yang antusias, itu sangat bisa dimengerti, karena mereka punya pandangan yang sama atau hampir bersamaan dalam cita-cita politik maupun orientasi mereka kepada rakyat pekerja Indonesia. Keantusiasan itu, bahkan, hingga mencapai super-antusias. Umpamanya semboyan , “politik adalah panglima” adalah semboyan yang dikibarkan tinggi-tingi oleh Lekra sendiri dan bukan tuntutan atau perintah maupun instruksi dari PKI. Demikian antusiasnya, hingga Lekra seolah ingin lebih revolusioner dari PKI itu sendiri. Tentu saja hal itu bisa dipahami, karena Lekra bekerja dengan ekspressi seni yang mana hal itu memungkinkannya untuk mengekspresikan pandangan politik secara lebih menghunjam dalam ke hati nurani manusia.
Tapi dalam kenyataan, PKI bukannya terlena begitu saja akan sokongan dan simpati besar dari para seniman dan penulis Lekra. Seorang yang terlalu banyak menerima pujian atau kekaguman tentu akan tersipu-sipu apalagi bagi mereka yang rasa tahu dirinya cukup tinggi. Begitu pula PKI. Tidak semua pujian dan kekaguman yang telah dituangkan dalam karya seni Lekra, mempunyai nilai seni atau nilai sastra yang benar-benar bisa terasa tinggi bahkan, cukup memadai dan sering-sering sebaliknya, terlalu banyak reklame, terlalu banyak semboyan dan seruan, terlalu banyak politik daripada seni atau sastranya dan mulailah timbul ejekan dan celaan dari para penentang realisme sosialis maupun dari pihak musuh-musuh Lekra, sebagai seni dan sastra bermutu rendah. PKI merasakan hal itu. Dan salah seorang pembesar PKI, Nyoto yang juga tokoh Kebudayaan, adalah juga anggota Lekra. PKI tahu bagaimana menghadapi para seniman, mengerti perasaan mereka, atau yang ketika itu terkenal sebagai “garis massa.” Dengan pertolongan pendekatan “garis massa” inilah, PKI mulai berani “mengritik” para seniman dan sastrawan “super-antusiasme,” yang kebanjiran inflasi semboyan dan seruan dalam karya-karya seni dan sastra mereka, dengan apa yang pernah terkenal sebagai dua tuntutan tinggi: “tinggi mutu seninya, dan juga tinggi mutu politiknya.”
Tapi, luapan antusias terlanjur tidak bisa dibendung dan dua tuntutan dari PKI, yang juga disetujui Lekra, dalam kenyataannya tidak banyak menolong. Sebabnya adalah, Lekra kebanjiran penyair, kebanjiran sastrawan, kebanjiran seniman, dimana pandangan kala itu semua orang bisa jadi sastrawan, semua orang bisa jadi seniman, semua orang bisa jadi pengarang. Dan istilah “penyair,” “sastrawan,” dan “seniman” diganti dengan “PEKERJA SENI” untuk mengesankan “sama rata sama rasa” di bidang seni: tidak ada seniman, tidak ada sastrawan, tidak ada penyair, yang ada “PEKERJA SENI.”
Lahirnya istilah “PEKERJA SENI” sebagai pengganti “gelar” yang diangggap diskriminatif dan bahkan dianggap mulia yang hanya dimonopoli golongan seniman, pada hakekatnya adalah kecemburuan para politikus dalam PKI dan Lekra sendiri, yang ingin semuanya jadi “seniman” meskipun bukan bidang dan bakat mereka. Tapi, berbekal gelar “PEKERJA SENI,” seniman sungguh dan “seniman politik” jadi satu derajat, sama tinggi bakat dan kemampuan seninya. Itu agaknya semacam “demokratisasi” dalam seni dan dalam kenyataan, cukup banyak anggota pimpinan PKI, naik pangkat jadi “PEKERJA SENI.”
LEKRA adalah sebuah gerakan kebudayaan yang nasional dan kerakyatan, yang di dalamnya memang ada orang-orang yang jadi anggota PKI, tetapi yang sebagian besarnya, bukan. Lekra didirikan dan bekerja untuk kepentingan yang nasional dan kerakyatan di lapangan kebudayaan. LEKRA, sebagaimana terlihat pada Mukaddimahnya, tidak mengazaskan kegiatannya pada pandangan klas dan atau Marxisme-Leninisme. Juga organisasi yang mengatur kegiatannya tidak berbau Leninisme sedikitpun. Jika terdapat karya di lingkungan LEKRA yang dialamatkan langsung kepada kepentingan Partai Komunis Indonesia, ssudah tentu secara langsung menjadi tangungjawab pencipta karya itu, yang mungkin saja anggota PKI. Orang berhak memuliakan sesuatu yang ia anggap demikian, namun haknya itu hendaklah pula diperlakukan dengan adil ketika ia mempertanggungjawabkannya. Adapun tanggungjawab LEKRA, ia berada di lingkup selama karya itu tidak anti rakyat dan tidak anti Revolusi Agustus 45, atau seperti yang dinyatakan dalam Mukaddimahnya, “LEKRA menyetujui setiap aliran bentuk dan gaya, selama ia setia pada kebenaran, keadilan dan kemajuan, dan selama ia mengusahakan keindahan artistik yang setinggi-tingginya” dan “LEKRA mengulurkan tangan kepada organisasi kebudayaan yang lain dari aliran atau keyakinan apapun untuk bekerjasama dalam pengabdian ini.”
Sedangkan PKI, merupakan sebuah partai politik. Dan politik, adalah sebuah pembidangan teoritis. Seni, sastra, ilmu dan kebudayaan juga demikian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata politik sehubungan dengan ilmu adalah, pengetahuan mengenai kenegaraan, seperti sistem dan dasar-dasar pemerintahan. Arti kedua ialah, segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara. Arti ketiga, kebijaksanaan, atau cara bertindak. Imam Ghazali merumuskan: “segala yang menyangkut negara adalah politik”. Misalnya dalam hal ini masalah LEKRA dan PKI, dua buah organisasi yang saling terkait dalam kerjasama tapi juga saling menentang. Salah satu pertentangannya yang laten dan yang fatal terjadi ketika kira-kira menjelang akhir tahun 64, sebuah gagasan PKI disampaikan kepada sementara anggota Pimpinan Pusat LEKRA. Gagasan itu menghendaki agar LEKRA dijadikan organisasi PKI yang juga mempunyai anggota non-PKI. Jika LEKRA setuju pada gagasan yang praktis mem-PKI-kan LEKRA, maka hal itu akan diumumkan secara formal. Tapi LEKRA telah menolak gagasan itu. Alasannya sangat sehat, demokratis dan sudah tentu demi kepentingannya sebagai organisasi kebudayaan yang tujuan-tujuannya telah disimpulkan di dalam mukaddimah organisasinya. Nyoto yang Anggota Sekretariat Pimpinan Pusat LEKRA adalah juga Wakil Ketua II CC PKI, turut serta menolak gagasan mem-PKI-kan LEKRA itu. PKI di tahun itu sedang bugar-bugarnya. Dan LEKRA berhasil menentang penguasaan PKI secara organik atas organisasi tersebut. Proses itu bukan tanpa taruhan. Apa yang kemudiannya dikenal sebagai “Konferensi Sastra dan Seni PKI” adalah bagian dari pertentangan dan pertarungan antara LEKRA dan PKI. Konferensi yang juga telah terang-terangan memperbedakan LEKRA dengan PKI di bidang kebudayaan. Ironisnya malah terjadi di tahun-tahun sesudah 65. Banyak orang yang mem-PKI-kan LEKRA. Sehingga yang terjadi adalah, jika D.N. Aidit tidak berhasil, orang lain yang padahal atau tampak seperti anti PKI, malah “berhasil” mem-PKI-kan LEKRA. Mem-PKI-kan LEKRA dapat membawa kerancuan dalam tubuh seni, sastra dan bahkan kebudayaan negeri ini karena penilaian dan penentangan yang tidak berujungpangkal. Pewayangan tua, madya ataupun carangan, ketoprak dengan segala keterikatannya pada babad selaku ancang-ancang sejarah, kesenian Bali dengan segala akarnya yang religi, ludruk dan bermacam reog atau pun randai dengan kandungan realisme sejarah dan satirenya, ataupun Cianjuran, Dogdog atau Tarling adalah di antara bentuk-bentuk seni yang telah dicampuri LEKRA. Belum lagi kita bicara mengenai sastra, senirupa dan musik Indonesia masa kini.
Bahwa di kalangan politik, “tribalisme” sering tampil sebagai metode pemecahan soal, biarkanlah kafilah itu berlalu. Hal yang demikian tidak patut ditiru dan diberlakukan bagi kebudayaan. Sebab kebudayaan, seni dan sastra, tidak dapat dimiliki oleh suatu partai politik. Partai politik boleh berganti atau sirna, tetapi kebudayaan, tidak. Jika yang ini sirna, atau sengaja disirnakan, pada akhirnya akan menuhukkan bangsa ini ke lembah yang papa. Selain itu, bahwa mem-PKI-kan LEKRA adalah sebuah perbuatan yang murni politik. Yang kandungan manipulasinya bisa luar biasa besarnya. Maka itu pula agaknya, sehubungan dengan tragedi nasional G30SPKI, banyak seniman LEKRA yang ditahan, tidak pernah diperiksa mengenai LEKRA, sebagai organisasi atau gerakan kebudayaan. Juga tidak pernah diperlihatkan, “Surat Keputusan Pemerintah yang membubarkan atau yang melarang LEKRA berdiri dan bergiat”, oleh tim-tim pemeriksa yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia kita ini. Begitulah hukum formal itu memperlakukan LEKRA. Politik, terutama politik praktis, dalam prakteknya, dapat memanipulasi apa saja untuk kepentingan taktis atau pun strategisnya. Tapi tidak demikian halnya dengan kerja kebudayaan. Ia tidak harus langsung tunduk kepada kepentingan politik praktis, dan taktis serta tidak semua politik praktis dapat dimanfaatkan kerja kebudayaan. Ia dapat dan biasa berada di luar jalur-jalur kepentingan politik yang demikian. Semboyan “Politik Adalah Panglima”, tidak berarti politik sesuatu partai adalah yang harus dijadikan “panglima”. LEKRA tidak pernah mengikat diri pada pengertian demikian. Sebab, konotasi politik dalam semboyan itu adalah wawasan, bukan lembaga atau orang. Wawasan yang dapat lebur ke dalam proses penciptaan dan karya seni sepereti patung, cerpen atau sajak. Dan di dalam proses inilah wawasan politik itu tunduk pada tuntutan estetika artistik. Di sini estetika itu yang jadi panglima. Di sini taraf keseniman yang menentukan. Di sini kejujuran dan hati nurani itu jadi perdana menteri, jika kita ingin juga memakai analogi. Ada wawasan politik yang dapat dilebur ke dalam kerja dan karya kebudayaan. Tapi ada juga yang tidak. LEKRA misalnya, pernah mengeluarkan pernyataan “menyokong kembali ke UUD 45”, tapi tidak pernah mengeluarkan pernyataan “menyokong dibentuknya kabinet NASAKOM” sebagai gebrakan politik praktis. Tapi jika esensi “NASAKOM” itu diolah sebagai emansipasi bentuk persatuan nasional bangsa ini, pendirian LEKRA juga jelas. Pengertian politik di sini merupakan bagian dari perjalanan sejarah eksistensi masyarakat manusia Republik Indonesia ini. Jadi, LEKRA tidak melakukan vulgarisasi pengertian dan pekerjaan politik. Dan pandangan demikian dengan jelas dijalin di dalam “Mukaddimah LEKRA”. Lagi pula kita semestinya tidak perlu lupa menyimak sebuah buku berjudul “ABRI sebagai kekuatan sosial dan pokok-pokok kebijaksanaan dalam rangka memelihara dan meningkatkan kemanunggalan ABRI dengan rakyat” terbitan 10 mei 1979 dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Buku itu antara lain dengan tandas sekali menyatakan bahwa “Walaupun titik berat pembangunan kita terletak di bidang ekonomi, namun perlu diperhatikan bahwa sesungguhnya bidang politik mendasari semua bidang pembangunan”. Tidak begitu lama sesudah Mukaddimah Pertama LEKRA diumumkan, yaitu pada 17 Agustus 1950, berdatanganlah kritik atasnya. Kritik-kritik itu pada pokoknya menyatakan bahwa beberapa bagian dari Mukaddimah itu ternyata tidak cocok dengan keadaan Indonesia. Ia mengandung sejumlah jargon yang tak mudah difahami umum. Hingga disusunlah suatu Mukaddimah baru, seperti yang umumnya kita jumpai sekarang. Penggantian Mukaddimah berlangsung secara formal dalam Konferensi Nasional Lekra ke-1, tahun 1957. Yang kemudian disyahkan oleh Kongres Nasional LEKRA ke I, tahun 1959 di Solo yang penutupannya dihadiri Presiden Sukarno. Pidato Bung Karno pada penutupan Kongres ini menjadi terkenal dan kontroversial, karena ia menyerukan sebuah sikap menolak menjadikan “musik ngak-ngik-ngok” sebagai musik kebangsaan Indonesia, terutama bagi kaum remaja Indonesia. Sikap Bung Karno itu sesungguhnya merupakan bagian pandangan kebudayaan Indonesia yang berkepribadian nasional. Sebuah sikap yang telah membersit dan tumbuh dalam gerakan kebangkitan nasional. Ia telah diungkapkan oleh Dr. Sutomo, Ki Hajar Dewantara, dan bahkan Moh. Hatta selaku Wakil Presiden dalam pidato sambutannya pada Kongres Kebudayaan Indonesia ke 2 tahun 1952 di Bandung. Dan pada Kongres Nasional ke-1 LEKRA ini pula Nyoto dalam pidato sambutannya, menyinggung agar wawasan “Politik Adalah Panglima” dimanfaatkan oleh daya-upaya kebudayaan kreatif dan reproduktif. Gagasan yang kemudian terutama di dalam era “orde baru” ini menjadi kelewatan kontroversialnya. Namun, tidaklah diambil sesuatu putusan apapun mengenai “Politik Adalah Panglima” dalam Kongres ke I LEKRA tahun 1959 itu, kendati ia memancing diskusi-diskusi yang galau-galau menarik. Dua tahun kemudian baru, yaitu di dalam Sidang Pleno Pimpinan Pusat LEKRA, Juli 1961, “Politik Adalah Panglima” itu diterima sebagai azas kerja kreatif, bersama dengan lima tuntutan lainnya, sebagai pedoman yang bersifat seruan yang umum saja, bukan instruksi atau keharusan. Tidak dibuat petunjuk rinci apapun mengenai ini. Dan tidak ada penjelasan baku yang harus diikuti. Orang bebas memberikan interpretasinya, memakai atau tidak memakainya dalam kerja dan karya. Latar belakang sesungguhnya dari semboyan ini ialah untuk mendorong pada seniman dan sastrawan LEKRA memiliki pengertian politik yang memadai. Dan politik hanya dapat dipahami baik, jika kita punya wawasan sejarah. Sejarah yang pada gilirannya akan mendorong orang menggunakan ilmu dalam berkarya, sehingga bawaan tukang yang ada pada seniman, dapat dibekali oleh ilmu seperti, psikologi, sosiologi, ekonomi, politik, antropologi dan apa saja yang akan jadi penopang dalam penciptaan karya yang lebih fungsional, tahan waktu dan bernilai.
Semasa organisasinya berfungsi, LEKRA sangat mengutamakan pendidikan, diskusi dan saling didik. Sanggar-sanggar dan lembaga yang dipimpin seniman-seniman LEKRA mendidik pelukis muda, pamatung muda, para dalang, sinden, penabuh dan penari muda, para aktris, aktor dan penulis skenario untuk drama, film, ketoprak, ludruk dan bahkan randai dan abdul muluk. Ada dua tiga Sanggar yang mungkin sudah amat terkenal di masa sebelum 65. Daiantaranya “S.I.M.” (Seniman Indonesia Muda) yang dipimpin Soedjojono, Harjadi dan Suromo dan “Pelukis Rakyat” yang dipimpin Hendra Gunawan, Affandi dan Trubus. Untuk dapat dididik di lembaga-lembaga demikian, tidak ada persyaratan seseorang harus jadi anggota LEKRA dulu, apalagi PKI. Pokoknya ada bakat, mau belajar dan bekerja keras. Cukup. Zaini, seorang pendukung terkemuka dari “Manikebu”, adalah pelukis terkemuka hasil didikan SIM (Seniman Indonesia Muda) pimpinan S. Soedjojono. Sejarah Indonesia adalah mata pelajaran dan diskusi penting dan diberikan untuk semua bidang. Kemudian sastra, nasional maupun daerah. Di samping sudah tentu ketrampilan atau kiat seni masing-masing bidang. Bentuk pelajaran seperti sejarah, sastra, psikologi atau ekonomi, tidak kurikuler. Bentuknya ceramah dan diskusi. Melalui cara demikian, mereka dapat memahami “Politik Adalah Panglima”, menurut kemampuan orang yang ikut belajar-mengajar. Literatur, mereka boleh pilih sendiri. Tidak ada satupun keharusan dalam hal ini. Orang-orang LEKRA tentu saja boleh mendengar ceramah orang-orang PKI, PNI, NU, Golkar dan sebagainya dan membacai literatur mereka. Mereka tentu juga boleh membaca karya-karya Mochtar Lubis yang anti PKI, atau HB Jassin atau siapa saja yang tidak sejalan dengan LEKRA. Yang sesungguhnya diinginkan LEKRA ialah, agar seniman dan sastrawan yang berhimpun di dalam atau di sekitarnya, berani dan mahir berfikir secara mengasah intuisi kesenimanannya. Agar kebudayaannya meninggi, agar mutu artistik dan ideologi karyanya menjulang, tahan kritik, tahan waktu dan berfungsi dari masa ke zaman. Untuk itu diperlukan pemahaman sejarah, kenyataan nyata ataupun kesunyataan dengan perkembangan-perkembangannya. LEKRA tidak lebih dari sebuah dan salah satu sarana saja untuk itu.
Jadi, akhirnya kita akan melihat dan menghayati “Politik Adalah Panglima” itu secara bersegi banyak, berubah dan dialektis sekali. Lalu mengapa LEKRA merasa perlu menjadikannya sebagai semboyan atau pedoman untuk pekerjaan-pekerjaan kreatif? Untuk menjawab ini kita harus mengingat bahwa antara tahun 50-an dan 60-an, masih ada semacam propaganda yang hendak mengusir atau menjauhkan seniman dan sastrawan, keluar dari gelanggang politik. Politik adalah orang politik. “Politik itu kotor” kata pembohongan itu. Sedang “Seniman dan sastrawan itu suci” katanya lagi. Tidak perlu ikut-ikut berpolitik, termasuk dalam berkarya. LEKRA menentang propaganda bodoh yang hendak membodohi kaum seniman dan kebudayaan Indonesia itu. Propaganda itu bertentangan dengan tradisi dan cita-cita Kebangkitan Nasional. Bertentangan dengan azas demokrasi dari Republik yang baru saja ditegakkan. Bertentangan dengan sejarah perjuangan kemerdekaan, dengan azas yang disepakati pada Kongres Kebudayaan Indonesia ke 1 tahun 1948 di Magelang. Sedikit banyak propaganda bodoh demikian mempan juga. Bahkan di sana sini ia berkuasa membodohi sejumlah seniman, sastrawan beserta para pekerja kebudayaan. Terutama di kalangan muda. Sehubungan dengan wawasan “politik adalah panglima” itu, barangkali baik saya catatkan di sini apa yang di lingkungan LEKRA kemudian dikenal dengan 1.5.1. Yaitu, berazaskan “Politik Adalah Panglima”, melaksanakan 5 kombinasi, melalui cara “Turun Ke Bawah”. Kelima kombinasi itu ialah, “Meluas dan Meninggi”, “Memadukan Tradisi yang Baik dengan Kekinian Yang Revolusioner”, “Tinggi Mutu Artistik, Tinggi Mutu Ideologi”, “Memadukan Realisme Revolusioner dengan Romantisme Revolusioner” dan “Memadukan Kreativitas Individual dengan Kearifan Massa.” Jika eksistensi LEKRA digugat secara kultural, gugatan itu seyogianya berurusan dengan kaedah-kaedah kultural yang patriotik, demokratis dan ilmiah yang disandang atau yang ingin disandang LEKRA. Dan LEKRA dalam menjabarkan kerja dan karyanya, selama organisasinya berfungsi, ia tidak hanya bekerja sama dan membantu kaum pekerja, tetapi juga kaum tani. Ia tidak hanya membantu dan bekerja sama dengan kaum buruh dan tani, tetapi juga tentara nasional Indonesia. Di samping, di mana mungkin membantu Pemerintah, sembari juga jika perlu mengeritiknya. Sebagai fenomen demokrasi yang tengah dibutuhkan kebudayaan dan sejarah negeri ini, LEKRA selalu menganggap Pemerintah sebagai pamong yang digaji oleh Rakyat dan karena itu ia sudah seyogianya mengabdi Rakyat yang menghormati mereka. Rakyat adalah bapak, bukan anak. Maka itu kekuasaan tertinggi yang ada pada negara ini ada di tangannya, yang ia tuangkan ke dalam lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

(Tulisan ini bisa diakses juga : http://sejarah.kompasiana.com/2012/04/26/penunggangan-pki-terhadap-lekra/ )

Senin, 13 Februari 2012

Kata-kata terakhir Tara di pantai Papuma


Lidah ombak pantai Papuma terus menjilati pasir putih, ketika kita berdua menatap senja yang kian memerah. Matahari tenggelam ke dasar tepat di ujung laut sebelah barat. Lalu kita beranjak, di bawah lambaian nyiur menyusuri pantai sambil menjinjing sandal. Di tepi laut ini kita berjalan mengejar buih putih yang di damparkan ombak di antara pasir putih dan kita sama sekali tidak menghiraukan burung camar yang meliuk-liuk menghina diantara mega yang kini bersemburat merah. Sesekali memekikkan telingga dengan suara yang nyaring.



“Kamu merasa senang di pantai,” kataku mencoba mencairkan suasana. Suaraku berhasil
memecah kesunyiannya atau lebih tepat di katakan dia kaget mendengar
suaraku yang serak.
“Ya, senang sekali,” jawabmu singkat.

Sesingkat cerita ini. Walaupun tidak terdengar seriang nada suaramu yang menandakan kegembiraan. Tapi aku tahu di antara nada suaramu terdengar sumbang dan aku tahu di antara semuanya itu kamu menyelipkan suatu rahasia di setiap kata yang kamu ucapkan. Kita pun mulai lagi terbawa ke alam bawah sadar kita masing-masing. Menghayalkan dan memikirkan sesuatu yang bakal terjadi atau sama sekali tidak akan pernah terjadi. Sambil terus melangkahkan kaki menjauhi keramaian. Keramaian yang penuh dengan suara bising dan hingar bingar.

Aku tidak peduli lagi dengan langkahku yang semakin jauh. Setapak demi setapak yang meninggalkan bekas dan kemudian di sapu oleh ombak yang kian mendekati bibir pantai. Kamu tahu aku pasti gundah, gelisah sama seperti aku memahami isi hatimu yang berisi kegundahan dan kegelisahan. Kita memang di rundung kegundahan dan kegelisahan. Kita terbalut dalam suatu kesedihan yang amat mendalam. Lalu kita pun mendekap semua apa yang akan kita lepaskan secara tidak rela, yang di redupaksa oleh cinta para tetua dan para leluhurmu. Semburat merah senja telah memenuhi jagad semesta, walaupun tanpa pelangi yang tidak pernah memudar di sini di senja pantai ini. Dan bersama pasir putih yang di jamah oleh lidah-lidah ombak dan membawanya menuruni bibir pantai.

 “Tara, masih ingat di mana kita pertama kali Jadian,” aku memancing kenangan dengan mengingatkan sejarah penting antara aku dan Tara.

Mengingatkan kejadian Dua tahun yang lalu yang membuatku mengenal Tara lebih dalam lagi. Yang menyiratkan butiran-butiran cinta sejak perkenalan pertama itu. Dan yang membawaku kembali kesini sore ini atas nama cinta. Aku berusaha mengidupkan kembali kenangan yang telah lalu yang menurutku sangat manis dan kenangan yang teramat manis di memori cintaku dan juga cinta Tara.

“Ya,.. kita Jadian dan mengikrarkan Cinta kita dipantai ini, di pantai ini persis seperti ini. Saat langit bermandikan semburat merah keemasan. Itulah awal dari semuanya ini awal dari cinta kita, kan,” jawab Tara.

Dan menghentikan langkah dan menatap jauh ketengah deburan ombak di tengah laut yang sangat jauh. Jauh sekali. Sampai aku tidak mengerti seberapa jauh pandangan mata memandang. Memang itulah pertemuan kita batinku membenarkan ucapannya. Saat semburat merah memenuhi jagat dan lidah ombak yang menghiasi laut serta nyanyian camar yang tidak pernah kami hiraukan menyempurnakan alam. Lalu aku mencoba mensejajarkan diri dengan
berdiri di sampingmu. Sebenarnya aku tidak ingin mengingatkan masa silam yang penuh dengan kenangan itu, masa lalu yang sudah terpatri dengan damai laksana arca di puncak dewata.

Namun aku hanya ingin memecah keheningan yang menghinggapi kita. Karena ketakutanku terhadap sepi sehingga aku mencoba mengingatkanmu. Aku juga tidak ingin melihat matamu sembab dan dengan pandangan nanar kamu menatap semua kenangan yang telah bergelimpangan dan terseok-seok manghinggapi mulut kita untuk berujar. Namun mulutku akan selalu terbuka setiap aku menatap indahnya wajahmu.

Aku juga tidak pernah mengerti mengapa ini harus di mulai waktu itu setahun yang lewat jika akan berkesudahan seperti saat ini. Saat yang tidak akan pernah di harapkan oleh setiap insan yang bercinta.

 “Tapi Joel, nggak baik mengungkit masa lalu, biarlah itu menjadi puing-puing kenangan,” jawaban yang kemudian mengingatkanku akan suatu kehancuran istana cintaku. “Maaf ,
aku hanya terkenang,” jawabku.

Aku memang membenarkan semuanya. Semakin lama aku memikirkan apa yang terjadi ini maka semakin lama pula aku akan berdiri di antara ketidak pastian ini, yang akan mengombang-ambingkanku dalam ada dan tiadanya cintamu. Aku melirik, melihat wajahmu menatap lekat-lekat. Di sana aku menemui kesedihan dan kegelisah. Yang tersembul dibarik urat-urat di atas retina matamu. Yang terlalu sering di usap dengan mengerdipkan mata menahan gejolak jiwa dan juga menutup mata air air matamu. Di matamu yang dalam aku menemui suatu derita yang tidak terperi dan seolah menemui suatu kegagalan. Kami memang akan menemui suatu kebuntuan. Aku juga akan menemui suatu kegagalan yang memang telah terdampar di depanku seperti permadani yang mau tidak mau aku haru menginjakkan kakiku dan mengentikan langkahku dalam permadani kegagalan itu. Aku tahu kegagalan ini akan menghadirkan kesepian setidaknya bagiku. Kesepian yang selalu kutakuti. Dan hanya kesepian ini yang kutakuti.

“ Tara apakah kamu juga merasa takut akan kesepian yang akan mendera ?” hati ini berbisik

Seandainyalah hidup seperti jejak kaki yang di tinggalkan di tepi pantai yang akan di hapus oleh lidah ombak dan tidak akan tersisa sedikitpun maka aku juga tidak akan terkenang oleh jejak-jejak kenangan yang telah ku ukir bersamamu. Dan tidak akan ada kenangan yang akan menderaku dalam kesepian tanpamu kini.

“Joel kamu tahukan ini bukan kehendakku, bukan inginku, aku bahkan tidak menginginkan sama sekali dan aku juga tidak menduga sama sekali keadaannya akan begini. Kamu memang benar Joel orang tuaku konservatif, kolot dalam pemikiran walaupun mereka berada di realita
yang sulit mereka terima. Tapi aku harus menghargai mereka. Karena mereka orang tuaku. Perkataan mereka merupakan titah dan perintah bagiku,” Tara memberi alasan. “Aku bisa mengerti Tara, aku juga tahu ini pasti bukanlah keinginan kamu. Memang sulit. Sudahlah tidak usah bersedih. Anggaplah ini memang suatu jalan yang terbaik untuk kita. Lagi pula aku yakin kalau orang tua kamu pasti memikirkan apa yang terbaik bagi anaknya. Ah…..sudahlah,” ujarku menghibur. Suaraku memang bisa membohongi diriku sendiri. Tapi aku memang tidak akan pernah untuk memaksa. Aku masih terus saja menatap ke laut lepas.

**** Sore beranjak dari peraduan dan malam Pun mulai bergayut ketika aku meninggalkan karang di tepi pantai ini. Setahun kini telah berlalu. Aku tidak tahu apa yang terjadi selama setahun ini di tempat ini. Setelah setahun yang lalu aku meninggalkan senja di pantai ini, di pantai yang pelanginya tidak pernah memudar. Di sini aku menemui banyak kegagalan. Kini, di tepi pantai kala malam yang dingin membalut tubuhku dan nocturno membeku di jaketku,
aku mulai terkenang akan semua yang pernah kualami di sini. Menatap ke arah teluk dimana berdiri mercusuar yang tidak menarik perhatianku dua tahun yang lalu, ketika aku bertemu dengan Tara Lestari di sini sehingga aku tidak sempat menjadikan mercusuar itu sebagai saksi cintaku dengan gadisku waktu itu. Dan aku juga tidak sempat menjadikan mercusuar sebagai saksi perpisahan kami setahun yang lalu.

Bagiku pantai ini tetap sama seperti dahulu.  Buih putih dan lidah ombak yang terus menjilati bibir pantai dan suara camar yang tidak pernah menjadi perhatianku. Dan pantai ini juga yang menyimpan banyak kenagan bagiku. Dan pantai ini juga lah saksinya berserta senja yang semburat merah. Dalam keheningan ini aku yang terkenang masa silamku selalu menyempatkan mengucapkan namamu Tara Lestari. Aku selalu menghidupkan namamu beserta semua kenangan bersamamu di memoriku. Tidak seperti kataku setahun yang lalu di sini kepadamu. Tidak juga seperti janjiku kepadamu setahun yang lalu, saat senja semburat merah di pantai ini. Saat kita akan berpisah di pantai ini aku memang berjanji akan membuang semua kenangan ini. Tapi Tara aku mengingkari janjiku. Kenangan itu pula yang
menghantarkanku kembali ke sini di mana kamu tidak hadir. Walaupun sebenarnya kau sangat mengendaki kehadiran kamu, tapi bagiku itu suatu kemustahilan untuk dapat menghadirkanmu di sini kecuali bayangmu. Aku juga masih dapat melihat kamu melangkahkan kakimu dengan gontai menyusuri bibir laut ketika kamu usai membuat putusan yang sangat memberatkan bagiku dan bagimu juga.

“Kita memang harus berpisah Joel,” itulah katamu mengakhiri semua ini.

Setelah itu kamu meninggalkanku sendiri di sini di tepi pantai jauh dari karang yang ada di bibir pantai. Kamu meninggalkanku di sini bersama berjuta kenangan bersamamu yang di redupaksa oleh cinta tetua dan leluhurmu. Malam yang telah mendaki ke puncak kejayaan malam tidak merubah dudukku. Aku menyadari nocturno itu menyapu dan membeku di jaketku. Nocturno yang selalu menghadiri malam-malamku. Malam yang penuh dengan kesunyian dan kesendirian. Kesunyian yang selalu ku takuti. Aku sangat mengharapkan agar suatu ketika nanti kita mampu membalut nocturno ini bersama di dalam keheningan jiwa. Samar kulihat nun jauh di sana, engkau kembali melangkahkan kaki-kaki mungilmu menghindari lidah ombak yang semakin ganas menyapu pasir putih di bibir pantai ini. Terkadang kamu melompat dan tertawa riang. Lalu kamu berlari di bibir pantai menjauhiku
dengan tetap tersenyum dan tetap dengan suara riang yang menggaum keseluruh sendi hidupku. Samar nun jauh di sana kala aku menatap jauh ke sana ke tengah laut lepas aku mendengar suaramu menggodaku untuk mendekatimu. Lalu mendekapmu dalam cinta seperti apa yang selalu ku janjikan dulu.
" Aku masih mencintaimu Tara "

Rabu, 08 Februari 2012

Sejarah Update Status Facebook(ku) "Maret-Juni2010"


Ingatan dan sejarah tidak pernah lepas dari kehidupan kita apalagi dengan teknologi Facebook. banyak kejadian yang terilhami kita update status : Curahan Maya, bisa dikatakan demikian , tapi bukan itu saja, kadang kala membuat kita bernyanyi , berpuisi dengan hati yang tulus. dibawah ini sebagian kronologi update status di Facebook punyaku: silangkan membaca dan lupa mencaci bagi yg tersindir "maaf aku balik tuh ,,,tanggalnya hahahaah":
ternyata selama ini aku salah.
berdoa pd TUHAN untuk mengabulkan setiap permintaan.
terlalu sering memohon pamrih imbalan minta surga,untuk menjadikan no 1,
menjadi terbaik,penjadi pemenang dlm banyak hal, untuk menghalau setiap halangan & cobaan yg ada didepan mata.
padahal yg ku butuhkan adlh bimbingan-Nya,tuntunan-Nya,& panduan-Nya.
teori2 terus yg di bicarakan aplikasinya nol!!!!
bung!!!!
aku buram dengan teorimu yg melandasi pikiran ini menjadi skeptisme.
aku bukan robot yg mudah kau kendalikan dengan tutur katamu yg sopan membakar hati.
MAAF KATAKU CADAS MELAWAN KATAMU YG SOPAN TAPI MENYAKITKAN!!!
AKU GAK MAU DIKADALI LAGI!!
ku buka note harian,
tertanggal 18 juli 2005,

"kau telah berubah:
kau mampu berkhianat.
aku merasakan invasi kegelapan durga neraka di dalam dirimu :
dia yg mengubah waktu menjadi tidur,
cinta menjadi nafsu liar,
dan kehidupan menjadi kematian:
si bodoh,
penari di pekuburan.
para badut tertawa dalam kesedihan ini"
Temperamennya menggebu dan optimis,
cenderung ekstrovert,
tetapi mudah jatuh ke dalam pusaran kemurungan,
dan menunjukkan kecenderungan histeria,
untuk alasan2 yg tidak sepenuhnya dijelaskan.
di duga takut dgn rasa bersalah.
kadang2 memberi komentar seadanya pada nilai2 anarkis yg ada.
sejarah seksualnya bermasalah.
aku harap kau meresapinya
Mereka membawa kita ketanah telantar,
Dimana kabut sungai jatuh lbih deras drpd hujan,& api dibukit menjulang lebih tinggi drpd bintang2,
Ketika kau & ku berderap berimajinasi menuju taman keukenhof.
Kita berpaling & memandang pelangi warna bunga tulip.
Semenjak kita berpisah,kita sama2 menua,pikiran direcoki bnyk kecemasaan,
& telingaku penuh dgn nada2 sumbang.
 
Hidupku ini hanya mempunyai pesona,
yakni permainan.
pesona permainan hidup tak dapat membuatku acuh tak acuh,
ia selalu bertanya dlm hati,
maukah kamu menang atau kalah?
aku pun ingin lebih mengerti.
kalau suasana hati kurang semangat listening musik hard(punk,rock,metal). berbunga2 hati & sedih(pop,r'n b).
lagi santai (reege,blues,jazz,).
itulah gunanya musik element suasana hati yg sangat mendukung.
kalau keroncong,kendang kempul,(osing),dangdut buat suasana kayak gimana?hehehehehe.
AKU MENIMBA ILMU PENDIDIKAN BUKAN MENCARI NILAI,
MELAINKAN UNTUK MENGERTI KESEMPURNAAN.
ku buka note pribadi.
hari ini, hari sejarah yang tak pernah terlupa diingatanku.
untukmuaku hanya merekontruksi dan mengenang saja.
semoga kau bahagia disana
Kebanyakan musik anak negeri sekarang?
Kebudayaan dekaden,TAVIP(lagu Tak bersemangat menggugah juang).kata bung karno Musik pengaruh2 sampah"NGAK NGIK NGOK"
Sedangkan Pramoedya ananta toer.
Lagu2nya seperti "KAMBING KEBELET KAWIN".
Bukannya orang2 SOVINIS yg menolak mentah2 semuanya.
Anak muda lebih gandrung dan hafal dg lagu2 cengeng dari pd Lagu Nasional dan lagu2 Daerah.
Jangan kau anggap ku terlalu sempurna,
hingga kau terdiam..tanpa kata
hingga kau tenggelam..dalam fatamorgana
penonton sandiwara..dlm jeda
dalam anganmu ku bersemayam
dalam kalbumu ku duduk tenang
dalam jiwamu ku membakar bgai arang
dalam pikirmu..ku terus menjadi bayang2
mungkin ku begitu tinggi
mungkin ku begitu mahal
mungkin ku begitu gemilang
hingga kau bosan tuk sekedar memandang
kalah ...sebelum berperang
Kata senior Dosen Sastra ilmu Sejarah"
Pri,kamu itu Terlalu Idealis memaksakan membuat Karya Historiografi pasca tahun 1965,
Ini bukan Penelitian yg benar harus Perfect dan tentunya Detail Rekontruksinya harus Jelas Seobyektif mungkin.
Yg penting bagaimana mempertahankan data2 yg kau yakini"

BANYAK SUATU PENGORBANAN DIBUAT
SAMUDERA UNTUK MENENANGKAN!
DAN BANYAK SUATU TANGISAN TERCEKIK
DALAM BUIH DAN BER(KALI2) SEBUAH
TANGAN MERENTANG AKHIRNYA,
DILEMPARKAN KE ATAS DALAM
PENCARIANNYA,
MERABA,MENANGKAP,MENCELUP DALAM KEPUTUSAN,
MENCARI UNTUK MENEMUKAN DUKUNGAN
DISUATU TEMPAT,
DG OMBAK KEJAM YG MENEKAN KERAS!
HANYA AIR TANGISAN,TANPA AKHIRHANYA TERLIHAT KESEDIHAN!
SIA2 MEMPERJUANGKANNYA.?
Waduh!!
Kok Ruwet ngene?toh?
Masalah tanah kubur dibuat Kepentingan Sebuah lembaga?
Sungguh Naas!!
Masyarakat Kampungku?
Hidup aja diplokoto!!
Matipun juga DIPLOKOTO!!!
LAGI2 RAKYAT DIPLOKOTO KEPENTINGAN!!!
PENGUASA.....
Tak sanggup hanya jd Penonton...MIRIS Sekali!!!
2 insan berbeda pelukisany yg kan melukis kanvas putih.
Ketika ditengah perjalann kita bingung harus memberi warna apa,
cobalah istirahat sejenak&bertanya warna yg ku inginkan,apa merah, pink,hijau/hitam. Sbuah karya yg bagus lahir dr
perpaduan warna yg harmonis,ingin
brlomba menunjukn diri mk hasil lukisanny tdk seindah yg
diinginkn.kselarasan hati yg tercipta dr prbedaan dg sling melengkapi harmony jiwa.
Rautan hati
Yg murung kenistaan yg mutlak.
Terkunci mulut
Tak Cukup Lidah tak bertulang berkoar.
Mata meneteskan embun yg kedingin di Jiwa
Yg sempit.
Sebuah Cumbuan yg Memabukan
Hati.
Waktu yg berkarat Terkikis
Ke Hampaan.
Lama2
Menjenuhkan dan sekejam menjauh.
Burung tetap hanya bisa terbang?
Ikan tetap hanya berenang?dan serigala hny bisa berlari.Dg kesimpulan,bahwa mereka harus tahu diri.
Ikan mesti tahu dri hanya bisa berenang,burung tahu diri hny bisa terbang,& serigala harus tahu diri bisa berlari.
Manusia yg Tidak Tahu diri adalah manusia yg tidak pernah ketemu keindahn & kebahagian.
HAHAHAHAHA....
PINGIN TERTAWA?
ADA MANUSIA BERKOAR?
MENGHINA DIRIKU DENGAN KATA KOTORNYA?
"HEY....KAU BAJINGAN"
AKU KATANYA BALAS DENGAN SIKAP SABAR?
'YA AKU MEMANG BAJINGAN?DAN
BUKAN PAHLAWAN PERANG YANG
MEMBUNUH TANPA AMPUN PERMAINAN LICIK?
SANTAI BUNG?
SEHARUSNYA SIKAP SEORANG IN~(TELEK)TUAL?
BUKAN BEGINI?
Mesti kita sama2 <=> dinaungi oleh langit yg sama,diterangi cahaya matahari yg sama,digelapi oleh malam yg sama.
Namun kita tak pernah sama dlm menyerap semua itu. Kita melangkah dijalan setapak dg bobot yg berbeda.
Begitu hinanya jiwa Manusia Itu?
Panca penglihatan itu menerbitkan sakit,
Begitu SAKIT didalam dada
Melihat BINTANG yg ada dalam
Diri manusia,
Binatang yg tiada
Bisa Terkendalikan,
Yang mengubahnya
Sedemikian
Hinanya
Dari manusia menjadi HEWAN.
Bahkan lebih HINA dari BINTANG yg tak Punya Akal.
Terdengar dalam
Sanubariku Kata2,
Multatuli,
Bahwa
"TUGAS MANUSIA ADALAH MENJADI MANUSIA."
Aku ingin menjadi tempat ruang terakhir engkau memejamkan
Mata.
Ibarat Gua yg dengan relaanya dan tulusnya
Kepada gelap?
Sunyi,atau Kelelawar
Yg singgah ditempatmu.
Kayak puisiku ini
Yg memberikan
Ruang
Bagi jeritan2
Jiwa dan hati yg ingin merdeka.!!!
Tutur hatiku,
Apa membuatmu
Tergores?
Tutur Ucap,
apa yg layak Membuat melukiskan warna
Indahmu?
Bicara tak semudah yg aku tahu menjalaninya?
Kadang diperparah
Dengan rancunya
Hati?
Untuk berpeluhpun aku pun goyah?
Tak ada celah ruang untuk bernafas?
Ku tak akan menanamkan
Ego?
Tanpa harus menuai?
Dan Semua ini
Dalam Tanda pertanya?
Tanpa ada Jawabannya?
BEGITU SULITNYA???
Memandang jauh pd langit biru,
Seakan padanya aku menunggu jawaban atas
Pertayaan yg memberontak
Dalam jiwa.
Kutatap daun2 hijau bergemerlap Bersetubuh Cahaya embun pagi.
Aku berdoa dan berharap.
Surya Kencanaku,
Aku takkan sia-siakan pancaran
Çahayamu,
Dimanja dan dihangati
Oleh Terangmu
Yg indah dan
Menjiwai !!!
"Apakah PKI anti agama,krn PKI Menentang adanya pemerasan sesama manusia?
Menentang adanya orang memakan darah yg mengalir dlm tubuh orang lain?
Lihat MASYUMI yg secara tdk adil,& tdk sedikit diantara penghuni gubuk itu adalah anak2 yatim piatu&fakir miskin.
Apakah PKI salah dg gigih memperjuangkan bg fakir miskin&Anak yatim piatu itu agar gubuk2ny jgn dibongkar seenaknya saja"
Kenapa kok harus BERUBAH?
Padahal Hal ini Tak Perlu untuk MERUBAHNYA?
Apa Sikap Bonglon mu itu Membuat ini (TER)UBAH(KAN)?
PERUBAHAN itu Perlu?Tpi Ini Gak Perlu Untuk DIUBAH?
BERUBAH YG SAMAR-SAMAR?
BERUBAH TAPI GAK BERUBAH?
Apakah ini benalu kotor pikiranku?

Betapa Berhargarnya Kenanganmu?

Masih Kusimpan Dalam memoriku ingatanku.

Terbawa Arus Waktu.

Kau Sosok Ngisi Ruang kosong kalbuku Hati yg Terindah?

Mampukah dalam Mesin Waktu kuhentikan.

Dikala Kalbu tak terbatas kembali goyah?

Bila Kita sama menangis,kau Tegar,Kau beri Sumplemen spirit.

Waktuku Berkarat Tanpamu. Bintang Schatzi Semprul Priya?
Cinta,persahabatan,simpati,
Berdesah ombak datang
Bisikkan kembali,
Berdendang baju&
Pohon,
Pada si anak manusia
Mengangga bertanya?.
Apa gerangan mujizat agung,
Nikmatkan hati
Bahagia begini,
Lembutkan,lunakkan
Derita,
Yg slalu datang dg manjanya?
Yg mahakudus menjawb jiwa Seia bakal bersua!!
Retak tidak,tali abadi,mengikat erat,
Rasa,jarak,dan masa.
DOAKU UNTUK KAMU?
DOAKU UNTUK
DIA?
DOAKU UNTUK
KALIAN?
DOAKU UNTUK
MEREKA?
DOAKU UNTUK
akan ke manakah angin melayang
tatkala turun senja
nan muram
pada siapa lagu kuangankan
kelam dalam kabut
rindu tertahan
datanglah engkau berbaring di sisiku
turun.
belenggulah seluruh tubuh dan
sukmaku
kuingin menjerit dalam pelukanmu

akan kemanakah berarak awan
bagi siapa mata kupejamkan
pecah bulan dalam ombak lautan
dahan-dahan di hati berguguran.aku rindu kamu Semprul Bintang Punya Priya
SEBUAH DOA?
DOA UNTUK SEBUAH MIMPI?

Kita tidak merasakannya lagi berdebur di dalam dada.
Bangsa ter-apung2 tinggal
Diatas tak sanggup
Menjelma ke dalam!
Makin dangkal,makin tiada berisi,
Agama menjadi permainan
Bibir,
Keyakinan menjadì kebiasaan,
Kebenaran menjdi pepatah yg tiada meresap ke dlm hati.
Seperti cetakan yg tiada berarti
&tiada berperasaan lagi kpd kita,dibuang jauh,
Tiada diindahkannya.
&ia memakai
Peribahasa sendiri,
Kiasan sendiri.
Langit begitu indah.
Awan2 yg bertiup angin membentuk lanskap yg memesona.Angin
Sejuk bertiup membawa wanginy kembang2.
Dan matahari senantiasa tepat waktu terbit dan terbenam.
Burung2 beterbangan memperlihatkn
Kebahagian mereka.
Malam pun mengantarkan
Bintang2 yg berkedip menghiasi langit
Biru.
Begitu banyak hal2 yg indah
Didunia
Yg tak mungkin terlukiskan.
TerSenyum Buat orang yg menyayangimu.
Semua ini bagai lumpur mengeruhi mata menembus jernihnya air?
Pabila ingin kau memandang kebenaran
Lewatì jalan yang meyakinkan,
Bebaskan hati dari gembira ataupun ketakutan.
Bawa harapan terbang hancurkan kedukaan
Pikiran gelap dan terikat
Rantai padanya
Segala hal bergoyang
Gontai.
Jangan takut dalan
Awan gelap,
Cahaya BINTANGMU akan ku jaga Selalu.
Sang bintang?
Tanya:
'Aku cantik gak?'
Ku jawab"Relatif"
'kamu sayang gak ama aku'
"lumayan"
'kamu serius gak ama aku'
"semoga saja"
"kok ngambang semua"
dengan Diam sejenak Ku jawab"
Itu Semua pertanyaan?
Aku gak mau janji karena ini bukan SAKRAL?tp berusaha membuatmu Tersenyum.
Perasaan,cinta,sayang gak sebaiknya dengan omongan.Tpi Hati kecil kita.
Dijalanin Saja Biar mengalir.
Melihatmu bercanda tawa dan Bahagia, Hatiku Senang. Meski tak ada aku lagi. Itu Sudah pilihan yg terbaik buat kita. Meskipun tanpa aku pun Kau tetap Tersenyum. Kini ku Sadar. Tak selamanya harus Memiliki. Doaku Semoga Kau Bahagia dan jangan pernah bersedih. Tetap Tersenyum! Ya. ^_^
CINTA! CINTA! CINTA! CINTA pada jiwa-jiwa yg SEDERHANA. Pada jiwa-jiwa yg Seiya. Sampai-sampai ia menjadi Vegetarian tak makan daging. Betapa mengherankan CINTA itu,dia adalah surga dan sekaligus neraka itu juga. Karena tiada KESENANGAN tanpa PENDERITAAN.
Di Al Qur'an di Surat Al Baqarah disebutkan "TIDAK ADA PAKSAAN DALAM AGAMA,KARENA SUDAH NYATA PETUNJUK KEBENARAN DARI KESESATAN" Kenapa Orang Militan Yg SOK SUCI yg Haus Kekerasan? Dengan Dalih Agama Dengan enaknya Menggunakan Hukum Rimba? Dengan Teriak2 Allahu Akbar? Melakukan Radikal yg Kebablasan.
SELAMAT HARI BURUH INTERNASIONAL. SAUDARAKU KAUM PROLETAR,KAUM PINGGIRAN,KAUM TERMAJINALKAN,KAUM MARHAEN,KAUM NELAYAN.DLL. REVOLUSIMU REVOLUSI KAMI. REVOLUSIMU REVOLUSI KITA. REVOLUSI DUNIA(Nyoto,1961). AYO BERGANDENGAN TANGAN SATUKAN PERSATUAN HANCURKAN,BONGKAR KEPENTINGAN BUSUK,BENALU BANGSA,LINTAH KAPITALIS. SOSIALIS JAYA
Terdengar Teriakan Allahu Akbar? Pakek peci baju Tapi Sifatnya kayak binatang? Bubarin Pelatihan HAM Waria Di Depok? DESTROYER KAUM S0K SUCI!!!!
Yg paling baik ialah tidak diam begitu saja,karena hal itu bukan merupakan satu2nya perpisahan yg sangat menyedihkan,masih banyak hal menunggu aku di hari depan. Memang tidak terhindarkan dalam hidup manusia,PERPISAHAN MERUPAKAN KATA SERU YANG BERLAKU SEUMUR HIDUP !!!!!!
APA INI TREK YG BENAR DIJALAN TERBAIK ? TAK AMBIL PUSING DENGAN MASALAH YG TAK ADA UJUNGNYA DAN KU TAK TAHU MENAHU TOPIK YG DIRIBUTKAN. AKU TAK MAU MENYALAHKAN DAN MEMBENARKAN!!! ANGGAP AJA INI TAMPARAN ANGIN BODOH. AKU HANYA TERSENYUM MELIHAT KELAKUAN KALIAN YG NARATIF. APA SUSAHNYA MEMINTA MAAF DAN MEMAAFKAN.
ideologi yang sangat higienis..... sangat menjemukan dan hambar...... berjalan di kesepian.........cahaya???????? tetap lari di jalur yang searah????????
Ada suatu KEKUASAAN, Yg lebih besar dari pd seluruhny yg ada di atas muka bumi ini; Ada suatu KEMAUAN, Lebih kuat, lebih berkuasa dari pd seluruh kemauan umat manusia. Celakalah Manusia,yg menyombongkan KEMAUAN BESI dan DAHSYATNYA SENDIRI ?!!? Hanya ada satu Kemauan, yg Boleh dan harus kita punyai; Kemauan untuk mengabdi kepadanya: KEBAJIKAN !.........
Aku menggigil ketakutan bila dia pergi menjauh dari aku. Ber-hari2 aku kepikiran sosok Dirinya, dan tiada lagi ku dapat lupakan dia. Suatu Contoh yg baik dan memberanikan. Demikian mendalamnya pengaruh itu bekerja didalam diriku. Sungguh MISTERI ?!?!?!?!
Tadi Denger suara Merdu Wanita yg melantunan Ayat2 suci Al Qur'an? Berdiri bulu romaku dan relung jiwaku pun Damai. Syukur Alhamdulillah Allah SWT. Masih memberikan Hidayahnya.
KENAPA BANYAK KATA-KATA MANIS DIDUNIA MAYA HANYA SEBUAH NARASI DAN DISKRIPSI. TERLALU BANYAK YG SUBYEKTIF YG AKU TAU DARI PADA YG OBJEKTIF. REAL DIDALAM REALITA FAKTA YG ADA NAIF SEMENTARA. KATA2 YG DIUMBAR OMONG KOSONG DAN MUNAFIK. APLIKASI YG HAMPA. BERHAYAL DG TEORI-TEORI SETAN. DOKTRIN YG MENGHANTUI! MENAKUTKAN!
Senyum dan tawanya Hanya Sebagai pelengkap sandiwira? Mulutnya Yg Manis Terlena dan terbuai Di Tabir yg gelap? Tak Selamanya Ber-iringan Melangkah kedepan??Mencari Jalan terbaik,agar Tiada Penyesalan Dibelakang.! Keterpaksaan Kasih sayang??
Aku mengikat jejak,kamu mengunci aliran? Kamu mengekspresikanseribu wajah,,, Aku Terperangkap dan mengimbangimu begitu Jauh? Perasaan Terus mengalir direlung Jiwa? Kau Muntahkan Lalu MaKan Lagi? Aku belajar dg pelangi nyatanya Petir yg menyambarku.? Makna Hambar?
Mari pelan2 kita renungkan? Coba letakkan dg seksama,perhatikanlah pandanganmu merupakan awal dari kemenangan. Jalan ketenangan kamu sebening mata air digunung Tak terang Entah kenapa? Memburu dari ujung ke ujung kedamaian menembus tabir kelam tapi tak pernah terdapat? Mari Bergandengan bahwa KITA MAMPU MELALUINYA. Hancur BENALU YG MENEMPEL DI PIKIRAN.
Apa Sudah NGERTI? Apa Seharusnya Mau PENGERTIAN? Atau Tak Mau MENGERTI? MENGERTILAH bahwa Kau Sudah Benar2 DIMENGERTI? ??? (DI)NGERTI(KAN) Selamanya???
Hatiku Di Eksploitasi...!!!! COLEPS NIH HATI !!!! Oh....TEGANYA.... BERPARAS BIDADARI JIWANYA DISELIMUTI IBLIS.!!! Ku Harap Kau Berubah??? Demi Kebaikanmu.

STOP.......!!!! KEBODOHAN,KEBOHONGAN,KEMUNAFIKAN, HATI PALSU!!!
Dinegaraku. Banyak yg pandai Mencari permasalahan, Tapi Dalam Penyelesaian Akhir Mengecewakan? Awalnya Heboh lama kelamaan Hilang ditelan bumi?KENAPA???apa Kabar(Edi Tansil,Korupsi Soeharto,Lapindo,Free port,Pembunuhan Munir, Bank Century,Anggodo,dll) Yg Up to Date? Polisi mengkentuti Polisi? Apa Ini Skenario? Atau Opera Sabun?
Bukannya Memberika Masukan,Malah Menenggelamkan kan? Dengan Argumen yg keblinger? Aku Pikir Dirimu SOK TAU!!! Rekontruksi HAMBAR dan SEMU? Sentimen Nya Aku Balas dg SENYUMAN. Tak Usah BerNARASI BANYANGAN yg MenG-KUDETA DIRIKU? Statmen yg Kepagian.
Aku merasakan berat dari pd bahuku. Kebanyakan hanya mempedulikan uang. Aku tidak heran yg bawah menoleh yg atas. Kalau km bercumbu untuk permainanmu & Hanya Hasilnya Kebencian. Sepertiny drama kebencian kau kecanduan Amarah. Kirimkan bimbingan dari atas. Agar kita memperoleh Kasih Sayang. Aku tidak mengetahui yg mana (BENCI)&(CINTA).Terkubur Di Jiwa.
Dengan bangga memamerkan harta Ortunya,Keseksiannya,Model Fashion.Seharusnya kau Tunjukkan Kedermawananmu untuk membantu orng yg sangat membutuhkan. Tutupi Keindahanmu Agar Gak ada yg bisa menJamahmu. Gaya boleh Up to date, Tpi otak juga.
TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 , (Meng)KOTAK(kan),(me)LATEN(kan),(me)MARJINAL(kan),(meng)HUKUM,(me)MUSNAH(kan).pengeCAPan. Sampai kapan Berakhir Warisan Setan ini Menjadi Bayang2 Trauma bagi para Eks-TAPOL?
Akhirnya aku temukan nih buku. Dgn Judul: "Menyintas dan menyeberang perpindahan massal keagamaan pasca 1965 di pedesaan jawa." Buku yg berani mengungkap PemBabtisan Massal Karena Ancaman Ketakutan Traumatik Agama islam. Para pendeta yg berempati para TAPOL berhasil menyelamatkan Hidup Mereka, Seperti Mesias. Ini bukan Soal Rasis atau Sara. Untuk mengungkap Kebenaran. Moga Buku ini jd Perbandingan.
Mata tak beranjak dalam relung Rasa. Mencibir rasa yg terlalu membunuh dan mengucilkan di dinding keindahan. Tak beranjak pergi bayangannya. Senyumnya yg Merona Membuat mata hati tergugah keindahan. Meski bisikan syetan membuatny menghapus rasanya. Makin galau di ingatan kelam jiwa yg sepi. Tetap saja jalan ini mengarah ke arahnya. Tetap, Saja AI l0PE JOU,,,, Bidadariku?
Kenapa Seksual lebih menjual ,primadona,menghibur dipasaran? kenapa juga wanita lebih dominan dalam seks?selalu dijadikan objek & komoditas yg bisa dijajakan,disewa,&dibeli. Apakah ini sudah menjadi life style membudaya yg Dr tabu mjd blak2an? Mengapa seks yg indah & menawan kini citranya berkonotasi jelek?dan selalu memojokkan wanita?Misl wanita simpanan,pelacur,pecun,dll. Semuanya dr Uang,Nafsu,Cinta,kekuasaan.
Jangan kau tanyakan? Mengapa layak dicintai. Karena kamu lahir ke Bumì Menjadi mahluk yang memiliki akal dan pikiran. Berarti Tuhan memutuskan amanatnya agar kamu layak dicintai. Dengarkan kata hati kecilmu,layak gak kamu dicintai? Sambut yakinilah kau pantas memiliki Anugerah Terindah.
Rasakanlah kalbu kemesraan dalam detik waktu.Luangkan sejenak kerinduan teraniaya.Bercermin tak pantas dlm menjaga hati. Terlena Obsesi Membeli hati. Ku jaga Terpendam Dlm relung Ingatan. Terbiasny harapan terhempas kepastian. Kuterima anugerahnya dan tak bermakna mimpi surga. Terbuai dalam kejatuhan ke indahan cahaya.
Rasakanlah kalbu kemesraan dalam detik waktu.Luangkan sejenak kerinduan teraniaya.Bercermin tak pantas dlm menjaga hati. Terlena Obsesi Membeli hati. Ku jaga Terpendam Dlm relung Ingatan. Terbiasny harapan terhempas kepastian. Kuterima anugerahnya dan tak bermakna mimpi surga. Terbuai dalam kejatuhan ke indahan cahaya.
Menangislah Embun pagiku..... Engkau Udah Terluka oleh Ke Datangan Sang Fajar..... Sang Fajar Meneriaki Kaum Pekerja Untuk Terbangun Disiang Bolong. Angin menyerang Tanpa pandang bulu. Sang ilalang bergoyang dg Riuh jenaka.
Rintihannya kayak kucing.Meong...meong... Sifat liar tak ada malunya?Membuat tertawa tanpa ada sindiran. Kidung malam merasakan rintihannya. Mendesir kedinginan Suara melodinya. Menutupi Embun yg datang. Aku takut Bintang ini menjauhi Kesendirian. Hanya terdengar rintihan diponsel. Melacurkan kemesraan dg Cumbu rayunya. Hati berkeringat karena keletihan. Hanya Isapan Jempol belaka.
Menghangatkan cinta malah terbakar. Menyejukkannya Tambah membekukannya. Menjinakkannya Makin liar. Mengejarnya makin menjauh. Menyembuh lukanya tambah jd Borok. Mengharumkannya Malah hambar. Membayangi Langkangnya Banyangan Makin meragu. menutup Rapat pintu hatinya. langit hanya diam membisu. Waktu pun Makin bosan. Senja pun Menenggelamkan. Coba untuk mengerti
Di Bangunin, Bundaku. Kaget Sambil memopong,Si jagoan kecil yg baru Menghembuskan Nafasnya kedunia.Ambil Air Wudhu. KuDepap ku gendong,Sambil Melakukan Ritual Adzhan Dikuping Kanan Sijagoan Kecil. Jdi 0m lgi Aku. Makin Rame Rumahku Kehadiranny. Tinju congkaknya Dunia ini Jagoan kecil. Moga jd anak yg sholeh berguna bagi keluarga dan negara.Amien
Hati Sudah mulai terang, Ada Awan gelap menutupi cahayanya? Membawa air mata? Menutupi Keindahannya? Bidadari baru Turun Kiriman Tuhan, Bidadari Lama Juga Turun membawa kesedihan dan Tangisan. Kenapa Hal ini Terus saja Tersaji!!!! Di Hati Yg Dangkal.
Soal hati udah Labil? Apalagi menjalaninya? Mengubah menjadi emas sulit amat? Terlalu jd pengobral hati? Jdi Rombengan. Dan tak mau ambil pusing? Menyikapinya? Kata Sahabat Curhatku? Biar kena batunya,Kita gak usah hanya lihat permainan Mereka saja.gak usah melibatkan diri.Dan Dengan Kata Lantang Terucap diMulut Cadasku: GAK PENTING!!!!
Retina coklatnya Membuat ku Mabuk Kerinduan. Ingin Ku Congkel. Bibir Tipismu Bikin Geregetan Ku ingin mencubitmu. Mata indah coklat Sungguh Mempalingkan Kembang2 yg lain. Seperti Bunga Daisy Dalam Maknanya Jadi Pemuja yg mengamati dan membayangimu Selalu. Tunggu aku Diserakahan Dunia. Dan ajari aku Untuk Merasakan keindahanmu.
Mata....5 watt? Stamina....5 %? Pikiran....5 watch!!! Jatah mimpiku aku ambil lagi? Biar bisa mimpi yg td malam? ^_^ TiduR Lagi???
Ya Rabbul Izzati. Dalam Alunan dzikirku melebihi riuhnya alunan nyanyian mega. Dalam rasa dalam kalbu jiwaku melebihi dlmnya samudra. Tetesa darah rindu bolak-balik dalam bonggahan hati. Mata hati menangis Terlalu banyak bernoda. Semakin jernih dalam jantung tubuh,dalam Sebut NamaMu. AKU TERSUNGKUR DALAM SUJUD SAJADAH BUMI MU...YA RABB
Aku terlalu Skeptis untuk memahami Oral reminiscence(ingatan lisan), Meski harus secara kritis digunakan "dichtung"(omong kosong)dan "wahrheit"(kebenaran) bercampur aduk jd satu. Meski ini sebuah tantangan buatku. Apakah moral dan estetika menjadi taruhannya? Ketakutan aku hanya berita angin yg Sengaja dibuang diangin, yg Memungkinkan Distorsi semata. apakah ini sebuah? Balada,anekdot,cerita,saga?dalam Oral history.
Biduk malam masih kering tertawa.Melihat aku bercumbu dg Khayalan.Menari kata dg balutan puisi. Membingkai rasa dlm bait. Aku bercinta dg syair melodi kata. Merangkai kata dgn kenangan indah. Dekapan kalimat membuatku Merindu Mesra. Ku temukan ada detak lemah setia. Ku balut dgn Senyuman.