Sabtu, 04 Februari 2012

Mahasiswa Mau Dibawa Kemana?


    Indonesia adalah negara terdemokrasi ke-2 setelah U.S.A dan India. Tidak salah  apabila kita mengkritik kinerja pemerintah yang demokrasi ini, yang melenceng dari nafas-nafas dan jiwa demokrasi itu sendiri. Pasalnya keadaan negara tidak banyak mengalami perubahan yang signifikan yang menyokong rakyat untuk sejahtera . Rakyat miskin masih banyak yang kekurangan makanan dan pelbagai hal seperti lapangan kerja tidak menyentuh dari angka-angka mengurangi kemiskinan.
            Kalau dilihat dari problematik diatas tentu harus ada sebuah “hero” seorang hero yang mesti menyelamatkan rakyat. Kalau dipertanyakan lagi, individu (rakyat) itu sendiri tidaklah mungkin karena persenjataan dan amunisi yang tidak legkap, atau wakil rakyat? Tidak mungkin juga karena lebih banyak menampung aspirasi dari pada melakukan tindakan. Lantas siapa yang harus menjadi hero dalam kasus ini? Menimbang dan mengingat bahwa hero ini harus berklarifikasi membela rakyat, idealis, merasakan amanat penderitaan rakyat dan memiliki persenjataan dan amunisi ynag lengkap.
            Mahasiswalah jawabannya-dalam artian disini penulis tidak membanggakan atau berpendapat secara subyektif-karena mahasiswa memiliki klarifikasi yang diharapkan. Mahasiswa kompeten karena sifat yang mengebu-ngebu pada pola pikir kritis, skeptis, dan apriori. Dan sifat hero yang sempurna juga harus idealis dengan sumpah setia membela rakyat, dan tentu saja sifat yang hanya dimiliki oleh segelintir mahasiswa.
            Kemabali kemasalah hero tadi, bahwa tidak semua mahasiswa yang mencap dirinya yang memiliki sifat ini. Mungkin dalam satu universitas hanya ada hitungan jari manusia yang ideal terhadap sifat tersebut. Lantas yang banyak apa? Yang banyak adalah adalah orang-orang yang hipokrit bertindak kalau ada persenan, amplop dan sikap cari muka atau demi kepopuleran. Betapa malunya apabila kita memiliki persenjataan yang lengkap tapi tidak pandai menguraiknnya, rakyat sungguh sangat bersyukur memilikinya tapi kita malah menyia-nyiakannya. Pada dasarnya mahasiswa mempunyai malu dimana-mana selama pula dimana-mana juga rakyat hidp dengan tidak normal. Rakyat sengsara adalah aib bagi mahasiswa, rakyat ditelenjagi mahasiswa juga ditelenjangi, rakyat diperkosa hak-haknya, mahasiwa juga diperkosa hak-haknya, bilamana air mata rakyat masih mengucur, tugas mahasiswalah yang menghapusnya.
            Memang ada dimana rakyat juga bisa menuntut hak-haknya, tapi yang nanti akan menjadi resiko yang sangat besar, diamana rakyat digelorai sifat yang tidak sabar dan terlalau agresif maka tindakan tersebut mungkin bisa menelan korban, harta benda dan lainnya yang bisa menimbulkan anarkisme dan bentrok dan menjadi chaos.

            Disinalah sebenarnya peran mahasiswa sebagai hero, dalam artian idealis dan benar-benar ingin tindakaan progresif dari pemerintah untuk rakyat. Kalau mahasiswa bisa rasional dengan ilmunya maka aplikasinya pun bisa lebih baik ketimbang rakyat yang sudah tersita waktunya. Mahasiswa tidak hanya harus memikirkan nilai, tugas dsb Tapi dalam konteks ini mahasiswalah yang menjadi dinamitator dan motivatornya. Yang jelas kalau bisa dilakukan dengan akal dan pikiran yang sehat serta bukti yang analitis dan berpihak pada rakyat akan memberi bentuk yang lebih konkret.
            Disisi lain mahasiswa mesti asertif dan tanggap dengan ampera, ketimbang hidup yang inividulais dan tidak humanis yang sebgaian besar dilakukan oleh mahasiswa sekarang. Perlu diingat kembali bahwa Indonesia dan rakyatnya tidak akan pernah manja, karena kebebasan dari bekas kolonialisme dengan pemberontak-pemberontak, kritik, protes dsb. Tapi sekarang telah terjadi sebuah kotradiksi, mahasiswa seakan terbuai dengan isme-isme yang masuk dan menghilangkan nafas-nafas mhasiswa itu sendiri. Kalau mahsiswa terbuai oleh keapatisan, justru prospek bangsa ini sudah jelas kemana mengalirnya seiring dengan berkurangnya frekuensi iman seseorang menjadi kesuatu kategori “bejat”. Dunia boleh berubah tapi mahasiswa juga bisa memfilter kedinamisan tersebut. Jangan sampai mahasiswa disamakan stratanya layaknya orang tak reaksonis dan tanggap terhadap sekitar.
Kalau kita flash back, para mahasiswa angkatan terdahulu bisa dibilang memilki klarifikasi yang memuaskan seabagai hero, kita bisa lihat ada 4 angkatan mahasiswa  yang menjadi founded bangsa ini sebagai pondasinya. Ada angkatan 28’ dengan cetusan ide sumpah pemudanya yang kaum tua Cuma merrespon sisnis terhadapnya dan nyatanya akan menjadi embrio untuk kebebasan-kebebasan berintelektual dan menjadi tonggak awal ke angkatan selanjutnya, angkatan 45’ dengan prolamasinya yang membebaskan kita datri cengkraman kolonial, angkatan 66’ yaitu tonggak perubahan dari Orla yang korup ke Orba-walaupun korup juga. Dan yang terakhir adalah angkatan 98’ yang merubah situasi Orba ke Reformasi yang ingin lepas dari pemerintah Soeharto dan penjilat-penjilatnya yang selfish. Itulah para hero terdahulu yang dengan gebrakan besarnya yang membela dengan fearness, keringat, darah dan tumbal nyawa manusia.
Lantas kita kembali ke sakarang, dan nanti para mahasiswa akan dan pasti merasakan perubahan-perubahan yang tidak relevan dengan nafas-nafas reformasi itu, dimana SDA yang sudah ada di intervensi orang tidak bertanggungjawab lalu tidak pernah habis-habisnya uang-uang rakyat yang dijarah, seyongyanya para mahasiswa lebih berpikir presentis dengan kedinamisan ini. Terlalu berat tugas ini diemabn saja oleh kelompok-kelompok independen lainnya, setidanya untuk gebarakan yang baru ini diperlukan lebih banyak otak-otak yang berpikir dan disempurnakan dengan real.
 Setidaknya bagi yang mencap dirinya kritis dan mengatahui dan merasakan amanat penderitaan rakyat lantas tidak diam saja dengan tindakan yang nol. Bahwa diam itu bukan emas lagi dan kalau kita tetap diam dengan tindakan oleh oknum-oknum pejabat yang yang timpang sebelah biarlah mereka siap untuk diinjak-injak kembali HAMnya sampai akhir zaman, tapi apaibla mahasiswa yang mencap dirinya sebagai penyambung lidah rakyat dan ingin sebuah bangsa dan rakyat yang perfeksionis maka berikanlah tindakan dan gebrakan itu mulai dari detik ini, tanpa persenan, ancaamn dan kepopuleran.

1 komentar: