lagu genjer-genjer
sebagai awalan berkembangnya masuknya LEKra di Banyuwangi(underbow PKI)
dalam buku Musik Dan Politik: Genjer-Genjer, Kuasa dan
Kontestasi Makna, Karya skripsi Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas FISIPOL
UGM, yang diangkat sebagai buku ini. Menjelaskan bahwa lagu Genjer-Genjer
dijadikan keputusan yang tak perlu bersusah-payah mencari dukungan politik.
Sebab pasca Tragedi Gestok tahun 1965, apapun simpulan yang menimpanya akan
langsung awas, Genjer-Genjer adalah produk manifesto Partai Komunis Indonesia. Untuk mengenal asal usul lihat
kutipan dibawah ini:
“M. Arief si pencipta lagu Genjer-Genjer memilih
bergabung degan LEKra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) akhir tahun 1950-an.[1] Pada masa itu Lekra
memiliki hubungan tidak langsung dengan Partai Komunis Indonesia. Namun sebelum
Genjer-Genjer popular dan diperdendangkan secara massal dalam lintas
teritorialnya, kedekatan lagu Genjer-Genjer dengan tokoh-tokoh komunis sudah
terendus sejak awal sejak awal. Selain karena sin komponis Genjer-Genjer itu terkabung
dengan Lekra, juga karena peran Njoto (tokoh PKI). Pada bulan Desember 1962,
Komite Eksekutif Biro Pengarang Asia-Afrika yang berkedudukan di Kolombo Sri
Lanka, menyelenggrakan konferensi di Denpasar Bali. Datang para utusan dari
tiga belas Negara anggota Komite Eksekutif dari berbagai Asia-Afrika. Sedangkan
delegasi Indonesia diwakili utusan-utusan yang terdiri dari; Lembaga Kebudayaan
Nasional(LKN) di bawah pimpinan Sitor Simurang, Lembaga Seni Budaya Muslimin
Indonesia(Lesbumi), dipimpin Mahhub Junaidi, dan Lembaga Kebudayaan
Rakyat(Lekra) dipimpin Jubaar Ajoeb. Para atusan Lekra itu berangkat
bersama-sama dalam dua mikrobus. Di antara ada beberapa nama yang cukup kita
kenal seperti; Rivai Apin, Hr. Bandaharo, Pramoedia Ananta Toer, Bujung Saleh Puradisastra, Dodog
Jiwapraja, Samandjaja, S. Anantaguna, Sabron Aidit, Dan Njoto(Iramani).
Rombongan mikrobus Lekra ini meninggalkan Jakarta melalui
Cirebon-Purwokerto-Yogyakarta-Malang dan transit di Banyuwangi. Sebelum
menyeberang ke Bali, degelasi dari lekra dari pusat itu disambut dengan meriah
oleh pimpinan Lekra cabang Banyuwangi, antara lainSuhaili Cordiaz (pemimpin
Lembaga Sastra) dan M. Arief (pemimpin Lembaga Musik). Selain itu mereka
disambut oleh satu kelompok pemusik angklung, semuanya perempuan berpakaian
kebaya yang berkumpul di tanah lampang. Tidak banyak reportoar yang dimainkan
oleh para pemusik angklung itu, tetapi satu diantaranya adalah lagu
Genjer-Genjer. Lagu itu dimainkan sebagai musik pembuka dan penutup acara dan dinyanyikan
dalam bahasa Jawa langgam Banyuwangi,[2]
sedangkan musiknya dalam nuansa laras
pelog.”[3]
[1]
Lekra didirikan pada tanggal 17 agustus 1950 di Jalan Wahidin 10 Jakarta Pusat.
Diantara pendirinya adalah A.S. Dharta, yang selanjutnya dipilih sebagai Sekertaris
Umum (dalam Lekra tidak menggunakan istilah ketua), Joebaar Ajoeb yang kemudian
menggantikan A.S. Dharta tahun 1958, Henk ngantung, M.S Ashar, dan Nyoto.
Sekertaris Lekra Pusat yg terdiri diri 6 orang, yaitu A.S. Dharta, M.S Ashar, Herman arjuno, Henk ngantung, Joebaar
Ajoeb. Hubungan ideologis tidak langsung dari Lekra antara Lekra dan PKI
maksudnya tidak semua organisasi sukarela budaya (konsorsium) yang bergabung
dengan Lekra adalah anggota PKI. (Hersri setiawan, Kamus Gestok,(Galang press:
Yogyakarta), hlm. 169-170
Tidak ada komentar:
Posting Komentar