Sabtu, 04 Februari 2012

mengkutip asal-usul lagu Genjer-genjer



lagu genjer-genjer sebagai awalan berkembangnya masuknya LEKra di Banyuwangi(underbow PKI)
dalam buku Musik Dan Politik: Genjer-Genjer, Kuasa dan Kontestasi Makna, Karya skripsi Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas FISIPOL UGM, yang diangkat sebagai buku ini. Menjelaskan bahwa lagu Genjer-Genjer dijadikan keputusan yang tak perlu bersusah-payah mencari dukungan politik. Sebab pasca Tragedi Gestok tahun 1965, apapun simpulan yang menimpanya akan langsung awas, Genjer-Genjer adalah produk manifesto Partai Komunis  Indonesia. Untuk mengenal asal usul lihat kutipan dibawah ini:
“M. Arief si pencipta lagu Genjer-Genjer memilih bergabung degan LEKra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) akhir tahun 1950-an.[1] Pada masa itu Lekra memiliki hubungan tidak langsung dengan Partai Komunis Indonesia. Namun sebelum Genjer-Genjer popular dan diperdendangkan secara massal dalam lintas teritorialnya, kedekatan lagu Genjer-Genjer dengan tokoh-tokoh komunis sudah terendus sejak awal sejak awal. Selain karena sin komponis Genjer-Genjer itu terkabung dengan Lekra, juga karena peran Njoto (tokoh PKI). Pada bulan Desember 1962, Komite Eksekutif Biro Pengarang Asia-Afrika yang berkedudukan di Kolombo Sri Lanka, menyelenggrakan konferensi di Denpasar Bali. Datang para utusan dari tiga belas Negara anggota Komite Eksekutif dari berbagai Asia-Afrika. Sedangkan delegasi Indonesia diwakili utusan-utusan yang terdiri dari; Lembaga Kebudayaan Nasional(LKN) di bawah pimpinan Sitor Simurang, Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia(Lesbumi), dipimpin Mahhub Junaidi, dan Lembaga Kebudayaan Rakyat(Lekra) dipimpin Jubaar Ajoeb. Para atusan Lekra itu berangkat bersama-sama dalam dua mikrobus. Di antara ada beberapa nama yang cukup kita kenal seperti; Rivai Apin, Hr. Bandaharo, Pramoedia Ananta  Toer, Bujung Saleh Puradisastra, Dodog Jiwapraja, Samandjaja, S. Anantaguna, Sabron Aidit, Dan Njoto(Iramani). Rombongan mikrobus Lekra ini meninggalkan Jakarta melalui Cirebon-Purwokerto-Yogyakarta-Malang dan transit di Banyuwangi. Sebelum menyeberang ke Bali, degelasi dari lekra dari pusat itu disambut dengan meriah oleh pimpinan Lekra cabang Banyuwangi, antara lainSuhaili Cordiaz (pemimpin Lembaga Sastra) dan M. Arief (pemimpin Lembaga Musik). Selain itu mereka disambut oleh satu kelompok pemusik angklung, semuanya perempuan berpakaian kebaya yang berkumpul di tanah lampang. Tidak banyak reportoar yang dimainkan oleh para pemusik angklung itu, tetapi satu diantaranya adalah lagu Genjer-Genjer. Lagu itu dimainkan sebagai musik pembuka dan penutup acara dan dinyanyikan dalam bahasa Jawa langgam Banyuwangi,[2] sedangkan musiknya dalam nuansa laras pelog.”[3]




             [1] Lekra didirikan pada tanggal 17 agustus 1950 di Jalan Wahidin 10 Jakarta Pusat. Diantara pendirinya adalah A.S. Dharta, yang selanjutnya dipilih sebagai Sekertaris Umum (dalam Lekra tidak menggunakan istilah ketua), Joebaar Ajoeb yang kemudian menggantikan A.S. Dharta tahun 1958, Henk ngantung, M.S Ashar, dan Nyoto. Sekertaris Lekra Pusat yg terdiri diri 6 orang, yaitu A.S. Dharta, M.S  Ashar, Herman arjuno, Henk ngantung, Joebaar Ajoeb. Hubungan ideologis tidak langsung dari Lekra antara Lekra dan PKI maksudnya tidak semua organisasi sukarela budaya (konsorsium) yang bergabung dengan Lekra adalah anggota PKI. (Hersri setiawan, Kamus Gestok,(Galang press: Yogyakarta), hlm. 169-170
            [2] Nanang Indra Kurniawan, Musik Dan Politik: Genjer-Genjer, Kuasa dan Kontestasi Makna,( Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintah, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UGM, Jogjakarta), hlm 61-62

             [3] Pelog adalah satu dari dua skala (tangga nada) yang ensesial dipakai dalam music gamelan asli Bali dan Jawa di Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar